22.55

Nabi dan Revolusi?

Diposting oleh Muhammad Zuhair Zahid

Perjuangan 25 orang Rasul Allah (yang konon berjumlah 313 orang) merupakan suatu kisah yang sering kita dengar. Bagaimana cerita-cerita tersebut menjadi dongeng pengantar tidur ataupun menjadi "ice breaking" para guru ngaji ketika selesai ngaji iqro' ataupun al-Qur'an. Cerita para Nabi yang menyeru pada kebenaran, cerita yang sering menonjolkan sisi kekuasaan Tuhan yang tak terbatas, mu'jizat menakjubkan dari masing-masing Rasul, perlawanan kaum durhaka dengan ditambah bumbu-bumbu dramatik lain.

Dari 25 Rasul, terdapat 5 Rasul yang disebut Ulul Azmi. Kelimanya adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad. Kelimanya merupakan Rasul yang terkenal dengan kesabarannya, sebgaimana disebutkan dalam al-Qur'an "Washbir Kama Shobaro Ulul Azmi Minar Rusul". Pernahkah kita sadari bahwa kisah kelima orang yang sering diakronimkan dengan NIMIM tersebut sebenarnya lebih dari bernilai teologis-dogmatis semata. Namun juga bersifat sosial-historis sebagai sebuah kisah perjuangan sosial. Kelimanya hidup dalam kondisi masyarakat yang jomplang dengan berbagai ketimpangan sosial yang terjadi. Kelimanya berusaha memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan (tentu saja) nilai moral yang kesemuanya berujung pada nilai teologis.

Nuh hidup dimasa dimana stratifikasi sosial mulai menyengsarakan hidup kaum marjinal yang berstatus sosial rendah. Dia berteriak berjuang mewujudkan persamaan dan nilai kemanusiaan, mengangkat tangan menentang penguasa-penguasa yang menginjak-nginjak harga diri kaum marjinal. Padahal status-status dan posisi sosial rendah yang menjadi alasan ditindasnya mereka tidak pernah diharapkan oleh seluruh manusia. Menurut al-Qur'an 950 tahun Nuh berjuang (entah ini merupakan metafora al-Qur'an tentang masa perjuangan Nuh atau umur manusia zaman dahulu memang sangat lama). Dan selama perjuangannya Nuh mendapat 80 pengikut yang kesemuannya dselamatkan Tuhan dari air bah yang menggulung wilayah kaumnya. Ibrahim hidup di masa kesewenang-wenangan Namrudz, raja Babilon yang sangat otoriter (untuk tidak menyebutnya sebagai tiran). Namrudz, seorang raja yang keji dan menganggap dirinya adalah yang berkuasa penuh terhadap hidup kaumnya. Ini dibuktikan dengan kesanggupannya membunuh seorang tahanan demi menunjukkan bahwa ia mampu mematikan orang. Namrudz juga merupakan Raja yang menggunakan agama berhalanya untuk memasung kebebasan berpikir di kalangan rakyatnya. Terbukti bagaimana ia memakai argumentasi teologis sebagai alasan untuk membakar Ibrahim. Ibrahim berjuang melawan raja ini dan melarikan diri dari wilayahnya untuk kemudian berpindah ke frame cerita seputar perjanjian Ibrahim, kelahiran Ishaq dan pengorbanan Ismail.

Musa mungkin adalah tokoh yang paling heroik dari kelima Rasul tersebut. Hampir sama dengan Ibrahim, Musa berjuang melawan Firaun sang penguasa Mesir (yang menurut data sejarah merujuk pada Ramses II). Bagaimana sang Firaun adalah seorang gila hormat. Raja ini adalah Raja yang memakai isu rasial untuk menindas bangsa lain. Ia menggunakan tenaga Bani Israil yang kala itu mempunyai satus sosial lebih rendah dari bangsa asli Mesir (Qibthiyyah) sebagai budak. Ia menggunakan argumen ini untuk membunuh bayi laki-laki bangsa Israel, memperlakukan mereka dengan tidak adil, dan menolak melepaskan mereka ketika Musa berinisiatif meminta Firaun membiarkan kaumnya pergi bersamanya. Menurut Perjanjian Lama, Firaun akhirnya merelakan mereka pergi setelah Tuhan ikut campur tangan dengan mengirim nyamuk, penyakit, katak, membunuh anak pertama kaum Mesir, dan merubah air sungai Nil menjadi darah. Namun di endingnya Firaun yang tidak mau kehilangan status quo nya berubah pikiran dan mengejar mereka. Jalan cerita selanjutnya tentu sudah diketahui dari cerita Al-Qur'an dan Perjanjian Lama. Berpindah frame menuju cerita pencarian identitas dan jati diri Israel; bahwa Israel diselamatkan, Tuhan mengambil perjanjian dengan mereka, turunnya sepuluh perintah Tuhan dan seterusnya.

Sementara Isa hidup di masa penjajahan Romawi atas daerah Tanah Suci, khususnya Betlehem (bhs Ibrani; betel=rumah Tuhan). Isa berjuang melawan komersialisasi Rumah Ibadah yang dilakukan kaum peminta sedekah dari kalangan Yahudi (Farisi atau Saduki ya?lupa). Ia juga berusaha menyuarakan kondisi real masyarakatnya yang sebagian besar miskin, menyadarkan masyarakat Yahudi yang terlena dan merasa seolah tidak sedang dijajah (minus beberapa golongan gerilyawan yang tetap melakukan aksi perlawanan terhadap imperialisme Romawi kala itu), dan mencoba melawan hedonisme yang kala itu menghegemoni masyarakat Yahudi dan Romawi di wilayah Tanah Suci. Ia lebih memakai bentuk perjuangan moral daripada berhadapan vis a avis penguasanya. Bagaimana akhirnya gerakan moralnya bisa merebut hati ribuan massa dan dianggap berbahaya oleh kaum penguasa Romawi, khususnya gubernur di wilayah tersebut. Akhir ceritanya bercabang menurut al-Qur'an dan cerita biblikal. Al-Qur'an menyebut bahwa Isa diselamatkan dan diangkat oleh Tuhan, sementara Bible menunjukkan bahwa Isa disalib, mati di tiang salib untuk kemudian dibangkitkan kembali.

 Ulul Azmi terakhir adalah Muhammad, yang dianggap sebagai tokoh paling berpengaruh dalam perubahan dunia oleh Michael H. Hart. Ia hidup dari kalangan bangsawan miskin dengan status sosial tinggi yang kecewa dengan ketidak adilan yang terjadi di Makkah yang ketika itu memakai sistem kekuasaan Suku. Ia akhirnya bangkit memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan persamaan bagi seluruh manusia, khususnya di wilayah Makkah. Bagaimana ia memproklamirkan diri sebagai Nabi, menyerukan pemenuhan hak-hak kemanusiaan oleh warga Makkah, pemenuhan hak perempuan dan budak, menyeru pada perlunya dilaksanakan revolusi teologis dari polytheisme menuju monotheisme, menyerukan revolusi besar di bidang moral dan seterusnya. Selama 13 tahun ia ditentang oleh kaumnya terutama dari kalangan bangsawan yang menganggap sitem sosial baru yang ditawarkan Muhammad yang menetapkan stratifikasi lunak dan menjamin pemenuhan hak-hak kaum marjinal merupakan sistem yang sama sekali tidak menguntungkan mereka dan bahkan akan menurunkan status sosial mereka. Mereka yang tidak mau melepas status Quo nya akhirnya menentang Muhammad habis-habisan yang akhirnya gagal, hal ini mungkin disebabkan status sosial Muhammad yang berasal dari salah satu suku berpengaruh di Makkah. Bahkan pernah Muhammad dan pengikutnya dikucilkan dan diisolasi dari sumber pangan dan komunikasi dengan dunia luar selama 3 tahun. Muhammad hijrah ke Madinah dan memulai satu gerakan baru disana. Dengan kekuasaan yang ia miliki di sana, ia mulai bisa mempergunakan kekuatan militer untuk berusaha mewujudkan cita-citanya dan menciptakan persamaan, keadilan dan terlaksananya nilai kemanusiaan yang lebih adil bagi peradaban. Ia menjawab tantangan negara Makkah dengan beberapa konfrontasi fisik (perang Badar, Uhud, Khandaq) dan cara diplomatik (perjanjian Hudaibiyah). Kemudian ia membebaskab Makkah dari kekuasaan kaumnya dan menjadikan Madinah sebagai pusat peradaban dan pemerintahannya untuk kemudian mengajarkan ajarannya ke seluruh dunia.

 Kelima Rasul tersebut melaksanakan revolusi sosial yeng berbeda-beda. Akan tetapi ada benang merah yang dapat ditarik dari kelima kisah mereka. Pertama, mereka adalah pejuang kemanusiaan yang mengedepankan humanitas, liberalitas dan freternitas sebagai nilai dasar perjuangannya (disamping tentu saja nilai teologis; monoteisme). Kedua, mereka tidaklah nyaman dengan kemapanan yang menyengsarakan salah satu komponen masyarakatnya walaupaun secara sosial mereka bisa saja diuntungkan dengan kondisi sosial yang ada. Ketiga mereka tidaklah takut dengan penguasa dikarenakan komitmen pada nilai-nilai teologis dan nilai-nilai humanis yang mereka yakini kebenarannya. Kelima, mereka mau dan berani keluar dari lingkaran pusat, baik itu wacana, ide maupun pemikiran yang sedang menguasai dan menghegemoni wilayahnya dan mendirikan satu payung pemikiran baru yang seringkali keluar dari mainstream yang ada. Mereka berusaha membebaskan diri dari kungkungan hegemoni di masanya. Berusaha menarik diri dan keluar dari arus pusat. Stigma kiri tentu akan dicap pada mereka. Namun bukan berarti mereka anti kemapanan, namun mereka menentang pemapanan nilai-nilai yang berujung pada usaha pemapanan status